Pertama kali mengetahui tentang pendaftaran
Kelas Inspirasi (KI) Belitung saya langsung tertarik untuk ikut serta, kenapa?
Karena saya merasa terpanggil sebagai putri daerah Bangka Belitung untuk turut
serta berperan dalam dunia pendidikkan di kampung halaman. Kedua orangtua
berasal dari Pangkalpinang, Bangka yg merupakan ibu kota provinsi Kepulauan
Bangka Belitung walaupun saya dari lahir tinggal di Jakarta. KI Belitung ini
terpusat di daerah Membalong, yg nama daerahnya pun baru saya dengar kala itu,
di suatu kecamatan di Kabupaten Belitung dengan jarak tempuh sekitar 1,5 jam
dari kota Tanjung Pandan, medan menuju lokasi ini pun harus keluar masuk jalan
yg sepi, hutan, kebun, pohon-pohon besar, dan ada beberapa titik jalan yg
rusak.
Di KI Belitung ini saya mendapat tugas di SD Negeri 5 Membalong bersama 14 relawan lainnya:
Yovie Agustian Putra (Pengaman Pemasyarakatan
Kelas IIB Tanjung Pandan, sekaligus koordinator umum KI Belitung dan ketua
kelompok)
Eka Fitriana (Fasilitator/Guru)
Aditya (Failitator/petugas survei BPS)
Eko Heppy Sulistio (PNS)
Yulita Destiarani (Staff Ahli DPRD Belitung)
Akmal Hadian (Insinyur)
Monica Pasaribu (Sales Engineer)
Luna Febriani (Dosen)
Melly Susanti (Pemandu Wisata)
Enggi Savitri (Insinyur Teknik Perminyakkan)
Febri Satria Yazid (Wirausaha)
Herman Sujono (Guru olahraga)
Ganjar Pradana (Fotografer dan Videografer)
Monic (Fotografer)
Para relawan
yang berasal mayoritas dari Jakarta, Bandung dan Belitung. Rangkaian kegiatan
KI, dimulai dengan pembentukkan grup di Whatsapp untuk melakukan perkenalan
sesama relawan dan melakukan virtual meeting tentang teknis pelaksaan
dari sebulan sebelum hari inspirasi di laksanakan. Kemudia briefing dilakukan
sehari sebelum hari inspirasi yakni tanggal 21 April 2017 yang bertujuan untuk
melakukan pengarahan teknis hari inspirasi semua relawan, yang merupakan hari
pertama kita bertatap muka langsung dengan para relawan, lalu hari inspirasi
pada 22 April 2017 yang dilanjutkan dengan kegiatan refleksi siang harinya.Hari
Inspirasi yg bertepatan pada hari sabtu di mulai dengan chicken dance
bersama seluruh relawan, guru dan para siswa yg berjumlah 79 orang (6 kelas),
angka yg cukup kecil ya, kalau di daerah kota besar 79 mungkin jumlah 2 kelas
aja ya :(
Daerah Membalong ini memang cukup tinggi angka putus sekolah,
latar belakang para orang tua yang mayoritas nelayan dan berkebun sahang (lada)
membuat anak-anak setelah lulus pendidikkan menengah untuk bekerja mengikuti
jejak orang tua mereka ataupun menikah muda sehingga mengesampingkan
pendidikkan menjadi tantangan tersendiri untuk para relawan.
Ada cerita menarik juga, ibu kepala sekolah, ibu Sumiati,
S.Pd.SD juga sangat semangat mengajar, beliau tinggal di Pulau Seliu sebuah
pulau kecil yang berada di luar pulau Belitung dan harus menyebrang dengan
perahu dengan jarak tempuh sekitar nyaris satu jam perjalanan laut dan beberapa
km menuju sekolah dengan kendaraan darat, jika ingin ke sekolah dan aktivitas
seperti ini beliau lakukan setiap hari dan pulang pergi. Salut!
Metode pengajaran tendem 2 pengajar dalam 1 kelas sedangkan
jumlah siswa yg hanya belasan perkelas lumayan menantang juga yah..
Pertama mengajar di kelas 3 bersama kak Melly, ada suatu hal yg
menarik ketika saya role play cara melipat kertas puyer dan meracik obat, ada
seorang siswa laki-laki yang hanya menyimak namun sepertinya agak kesulitan
untuk memahami apa yg saya maksud, ia hanya melihat saya dengan pandangan mata
lirih. Ketika saya menghampirinya ternyata dia Anak Berkebutuhan Khusus (ABK),
agak kaget juga ya ada ABK yang bersekolah di sekolah umum.
Ini merupakan kali pertama saya berinteraksi langsung dengan
anak istimewa di kelas,Tanpa persiapa dan informasi sebelumnya lalu saya
menjelaskan dengan bahasa isyarat dan tulisan, namun sepertinya ia agak sulit
juga membaca, ketika saya bertanya "Apa cita-cita mu?" Ia hanya
menatap mencoba membaca gerakan bibir saya namun tetap kesulitan
berkomunikasi.
Ketika saya mencoba
konfirmasi dengan pihak sekolah didapatkan info karena kendala ekonomi dan
jarak maka ia terpaksa untuk bersekolah umum, karena SLB hanya ada 1 di pulau
Belitung yaitu di Tanjung Pandan, tetapi pihak sekolah sudah cukup baik
menangani siswa ini. Memang butuh perhatian dan kesabaran lebih. Terus berjuang
ya Nak, bu Marisa dan rekan-rekan relawan sudah berbicara dengan Bapak Bupati
Belitung terkait keadaan sekolah. Semoga segera ada tindak lanjut yaa..
Setelah mengajar di kelas lain, cukup aman terkendali dan memang
mayoritas cita-cita anak-anak belum terlalu beragam, kebanyakkan mereka ingin
menjadi pemain bola dan guru. Kehadiran para inspirator semoga dapat membuka
pandangan anak-anak tentang banyaknya pilihan masa depan di dunia, dunia di
luar Membalong :)
Tapi KI Belitung ini memang beda bgt dari KI kota lainyg sudah
saya ikuti sebelumnya. KI Belitung kompaaaaaaak bgt, para pemuka masyarakat
sampai pejabatnya turut serta dalam kegiatan ini, dari guru hingga Bupati bapak
H. Sahani Shaleh, S.Sos turut serta mendukung kegiatan ini, di akhir acara
bapak bupati menyempatkan diri untuk bergabung bersama kami untuk memberi
inspirasi tentang perjalanan hidup bapak sehingga bisa menjadi Bupati seperti
sekarang ini, sekaligus menjadi ajang untuk mengutarakan keadaan sekolah dengan
ABK yg bersekolah umum, dan ibu kepala sekolah yg harus menerjang ombak setiap
harinya untuk ke sekolah.
Kegiatan refleksi pun juga menggembirakan apak bupati dan semua
kepala sekolah di Membalong ikut serta, ya semua kepala sekolah, waaupun
sekolahnya tidak ikut serta tetapi mereka tetap memberikan dukungan. Top lah..
Dan setelah sambutan dari berbagai pihak, diadakan pula pertunjukkan
Campak Darat (pertunjukkan musik melayu Belitung dengan irama berbalas pantun)
dan drama Dul Mulok (drama kolosal) dimana di akhir acara para relawan ikut
joget bersama. Wah, totally happy!
"Bukan saya yg menginspirasi mereka, tapi mereka dan
sekolah ini yang mengispirasi dan membuka pandangan baru tentang
kehidupan" Zania Marisa - Relawan Inspirator